Penanganan akar masalah terorisme tidak bisa hanya dengan pendekatan kepolisian. Diperlukan pendidikan dan bimbingan keagamaan yang bebas radikalisme. Sebab mayoritas pelaku terorisme diketahui mendapatkan dorongan dari ajaran keagamaan dengan konsep yang radikal. Bagi mereka aksi teror terkait dengan jalan untuk menuju ke surga.
Demikian kata Presiden SBY dalam rakor dengan seluruh gubernur plus TNI dan Polri. Rakor melalui video conference atau teleconference yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/7). “Ini soal konsep berpikir, tidak bisa diatasi dengan sistem senjata apa pun. Cara mengatasinya membangun alam berpikir yang tepat. Maka agama dan pendidikan cara yang tepat atasi masalah ini,” ujar SBY.
Bersamaan dengan dua cara itu, perlu aksi pembangunan buat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kuat dugaan kesulitan ekonomi atau kemiskinan merupakan faktor kuat pendorong seseorang mudah terpikat pada pandangan radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme.
Lebih lanjut SBY mengatakan hampir lima tahun terakhir bangsa Indonesia menikmati suasana yang aman dari aksi terorisme. Maka ledakan bom 17 Juli lalu merupakan kemunduran yang harus dihentikan agar tidak makin mundur. “Teror yang terjadi 17 Juli boleh kita katakan sebuah kemunduran. Kita tak mau lebih mundur lagi, harus kita tahan pada titik ini,” ujar SBY.
Tapi bila dibandingkan aksi serangan teror bom sebelumnya, kali ini tidak terlihat adanya kepanikan yang berlebihan dari masyarakat. Menurut SBY hal ini menunjukkan bahwa ketahanan dari masyarakat sekarang sudah jauh lebih baik. “Ini patut disyukuri,” imbuhnya.
Tertutup bagi Wartawan
Tidak seperti biasanya acara video conference dengan Presiden SBY dengan Gubernur, dan jajaran TNI/Polri tertutup bagi wartawan di Palembang. Teleconference dengan agenda masalah keamanan nasional, keamanan dalam negeri, pemulihan ekonomi dan antisipasi menghadapi fenomena El Nino itu juga diakhiri tanpa penjelasan sedikitpun di depan wartawan.
Padahal sebelumnya, acara video conference di tempat yang sama terbuka untuk wartawan. Seperti Peringatan Hari Anti Narkotika Nasional beberapa waktu lalu. Walaupun harus mendapatkan izin dari Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Abdul Gofur, seluruh wartawan baik media cetak maupun elektronik leluasa meliput kegiatan termasuk wawancara dengan pejabat tinggi Polda dan Pemprov Sumsel.
Pada video conference kemarin, para wartawan dilarang masuk. Jangankan ke ruang video conference, masuk ke gedung Catur Sakti tempat ruang teleconference pun tidak boleh. Wartawan foto dan kameramen yang mulanya bersemangat meliput acara tersebut langsung bubar saat dilarang masuk. Hanya tersisa delapan wartawan tulis saja yang berharap mendapat keterangan usai acara berlangsung. Acara dimulai pukul 13.00. Tampak hadir Gubernur Sumsel H Alex Noerdin dan Kapolda Sumsel, Irjen Pol Sisno Adiwinoto beserta jajaran Polda Sumsel.
Usai acara, Kapolda bersama Gubernur keluar bersamaan. Sambil berjabat tangan keduanya menatap sebentar ke arah para wartawan. Keduanya lalu berjalan menuruni dua anak tangga lalu menyeberang jalan aspal selebar empat meter dengan kawalan jajaran Polda.
Para wartawan berusaha memanggil tapi isyarat tangan kembali membungkam. Saat hendak melangkah pergi, Alex Noerdin mendengar teriakan wartawan yang meminta wawancara sebentar. Seperti ragu-ragu, Gubernur lalu berkata, “Nanti saja ya,” katanya singkat lalu masuk ke mobil. (cr2/Dtc)